bisnis online

Minggu, 31 Oktober 2010

Aras Peradaban Agraris ’Paradesa’

Tubuh gunung berapi di Jawa terdiri dari lapisan-lapisan pyroklastika (lempung kedap air) dan aliran lava vulkanik yang kaya mineral dan subur ketika dibasahi air. Paduan unsur tanah yang demikian menjadikan lereng-lereng gunung sebagai reservoir alam dan merupakan tanah pertanian yang subur. Tanah yang demikian merupakan tempat mukim manusia (human settlements). Dari sini berawalnya peradaban (the beginning of a civilization) pertanian di Jawa.

Budaya pertanian beririgasi (persawahan) merupakan budaya bercocok tanam yang membutuhkan persyaratan kesuburan tanah dan ketersediaan air yang melimpah. Kondisi alam pulau Jawa yang vulkanis subur dan tropis bercurah hujan tinggi memenuhi persyaratan itu. Demikian pula ‘plasma nutfah’ berupa tanaman padi-padian tersedia berjenis-jenis hingga diberi nama ‘nusa java’ yang bermakna ‘pulau padi-padian’. Maka merupakan karya ‘cipta rasa karsa’ Jawa sendiri menemukan sistim bercocok tanam padi beririgasi tersebut. Kenyataan yang diketemukan di pulau-pulau lain tetangga Jawa, sistim bercocok tanam padi kebanyakan dengan sistim perladangan.

Bercocok tanam padi dengan irigasi memang tidak hanya ada di Jawa, di tempat lain juga diketemukan hal yang serupa, misalnya di lembah Sungai Nil, India Selatan, Cina Selatan, dan Lembah Mekong. Namun, tempat-tempat tersebut berbeda kondisi alamnya dengan Jawa yang bergunung-gunung. Dengan demikian ada perbedaan dalam hal pengairan atau irigasinya. Persawahan di Jawa dibuat dengan memanfaatkan sumber air yang terbentuk secara alam oleh keberadaan gunung-gunung berapi.

Budaya pertanian beririgasi merupakan budaya manusia Jawa yang dalam kegiatan hidupnya tidak bisa dilakukan orang per orang (secara individu), tetapi butuh kerjasama banyak orang. Dengan demikian, peradaban ini menghasilkan naluri alamiah manusia Jawa untuk membangun ‘kerjasama’ antar sesama. Kerjasama dalam mengelola kebutuhan pokok manusia berupa pangan tersebut melahirkan suatu ‘kesepakatan’ membuat aturan-aturan bersama yang bermuara kepada pranata sosial berciri ‘gotongroyong’. Pranata sosial gotongroyong merupakan salah satu dasar peradaban Jawa.

Organisasi pranata sosial dan pemerintahan di Jawa pada awalnya berupa kabuyutan-kabuyutan yang masing-masing merupakan daerah perdikan (otonom). Namun demikian, kedaulatan masing-masing ’terhubungkan’ oleh suatu ’pandangan hidup’ yang sama, panunggalan. Hubungan panunggalan itu berupa ’hubungan sosial ekonomi’ yang mengedepankan kesejahteraan bersama. Jejaknya berupa: penggiliran hari pasaran (Kliwon, Legi, Paing, Pon, Wage) untuk masing-masing kabuyutan, pengaturan irigasi pertanian, dan berbagai laku budaya spirituil yang berhubungan dengan bencana alam.


Judul Buku : NGELMU URIP – ISBN 978-602-98012-0-0
Penulis: Ki Sondong Mandali (Ketua Yayasan Sekarjagad)
Penerbit: Yayasan Sekar Jagad – Semarang
Volume: 284 halaman
Kertas : HVS 70g
Harga: Rp 60,000 (termasuk ongkos kirim untuk Pulau Jawa)
Kandungan penting: Rasionalisasi Kejawen dengan 3 aras Kesadaran:
1. Kesadaran ber-Tuhan
2. Kesadaran kesemestaan
3. Kesadaran peradaban
Perkiraan terbit (beredar): Desember 2010.Pemesanan: via e-mail ke denggleng@yahoo.com, dengan menyantumkan alamat dan jumlah eksemplar yang dipesan.

Buku Ngelmu Urip

ARAS PERADABAN PANUNGGALAN
Pulau Jawa terletak di pertemuan lempeng bumi yang saling ’bertabrakan’. Dampak tabrakan tersebut memunculkan deretan gunung berapi di sepanjang pulau Jawa. Maka dengan demikian di bumi Jawa sering terjadi gempa bumi dan letusan gunung berapi. Disamping itu, pulau Jawa merupakan bagian gugus kepulauan Indonesia yang terletak di daerah tropis, bercurah hujan tinggi, serta menerima penuh sinar matahari dan benda angkasa lain sepanjang tahun. Keberadaan Jawa di daerah tropis, vulkanis, dan bagian gugus kepulauan (bahari) dengan sendirinya merupakan wilayah yang subur makmur dan kaya mineral, tetapi juga merupakan suatu wilayah bumi yang rentan adanya bencana alam. Kondisi alam yang demikian menjadikan Jawa memiliki nuansa spiritual yang berbeda dengan wilayah bumi lainnya. Dalam bawarasa ini, nuansa spiritual tersebut penyusun beri istilah ’geo spiritual’.
Pada setiap peradaban umat manusia terlahir falsafah hidupnya (Ngelmu Urip, jw.). Falsafah hidup merupakan hasil interaksi ’build-in spiritual’ (cipta rasa karsa, jw) dengan ’geo spiritual’ atau situasi dan kondisi alam habitat tempat komunitas manusia tersebut diciptakan dan mukim. Berdasar alur logika yang demikian, maka falsafah hidup Jawa merupakan hasil interaksi ’build-in spiritual Jawa’ dengan situasi dan kondisi (geo spiritual) alam semesta Jawa. Interaksi tersebut melahirkan pandangan Jawa yang dikenal dengan ’Falsafah Panunggalan’, yaitu pandangan yang menyatakan bahwa semua yang ada dan tergelar di jagad semesta ini merupakan ’Kesatuan Tunggal”. Maksudnya, ada ’hubungan kosmis magis’ antar semua yang ada di jagad raya ini. Hubungan panunggalan dimaksud terbangun dalam struktur ’pancer-mancapat’ atau ’inti-plasma’ yang terjalin satu dengan yang lain bertingkat-tingkat dari unsur yang paling kecil (atom dan sel hidup) sampai seluruh alam semesta yang tidak terhingga luas dan besarnya. Semua manunggal dalam satu kesatuan.

Pada konteks panunggalan alam semesta, pancer atau ’inti’-nya disebut ’Kang Murbeng Dumadi’ (sebutan lain: Suksma Kawekas, Guruning Ngadadi, Sang Hyang Wisesa, Kang Maha Kuwasa) dan semua ciptaan posisinya sebagai ’mancapat’ (plasma). Penjelasan Jawa terhadap hubungan panunggalan dari ’semua yang ada’ diibaratkan sebagaimana hubungan jaringan sel-sel tubuh yang mewujud sebagai ’manungsa urip’ (manusia hidup).

Dalam ’kehayuan semesta’ disadari dan dimengerti oleh manusia Jawa ada ’dinamika pergerakan’ yang terus menerus tiada henti sebagai salah satu tanda ’urip’ (hidup). Demikianlah, maka pada dasarnya pergerakan alam semesta memang ada dan dinamis sejak awal terciptanya. Bahwa dampak dinamika pergerakan tersebut ada yang berupa ’bencana’ bagi kehidupan manusia juga sudah dipahami. Misalnya: pergerakan lempeng kulit bumi yang menimbulkan gempa, pergerakan angin oleh perbedaan suhu yang menimbulkan badai dan topan, pergerakan konsentrasi awan yang menimbulkan petir hujan dan banjir, pergerakan dinamis bulan yang menyebabkan pasang surut air laut, pergerakan atas dampak gerhana bulan dan matahari, dll.

Dari hasil olah ’cipta rasa karsa’ dan daya spiritualnya, Jawa memiliki pandangan bahwa ada tautan antara perilaku manusia dengan situasi alam semesta, dan sebaliknya. Hubungan spiritual timbal balik yang harmonis antara manusia dengan alam semesta diistilahkan dengan kalimat: jumbuhing jagad cilik (manusia) dengan jagad gedhe (alam semesta). Penjagaan hubungan harmonis antara manusia dengan alam semesta tersebut melahirkan upaya-upaya menata perilaku manusia untuk selalu ’jumbuh’ dengan dinamika semesta yang kendalinya ada pada Kang Murbeng Dumadi. Penataan perilaku manusia di ranah Jawa disebut ’piwulang kautamaning urip’. Suatu ajaran yang menekankan kebijaksanaan dan kesalehan menuju kepada berkeadabannya umat manusia.

Berdasar alur pemikiran sebagaimana disebutkan, maka bisa ditarik kesimpulan bahwa Kawruh Kejawen sebagai ngelmu urip memiliki pijakan atau aras dasar 3 (tiga) perkara, yaitu: pijakan kesadaran ber-Tuhan, pijakan kesadaran kesemestaan, dan pijakan keberadaban umat manusia. Ketiga pijakan tersebut yang kemudian melahirkan budaya dan peradaban Jawa.

Ide ‘Panunggalan Semesta’ dengan struktur sistem ‘pancer-mancapat’ adalah ideologi Jawa. Ide sistem yang selalu mewarnai peradaban Jawa sejak jaman prasejarah hingga ke akhir jaman nanti. Ide panunggalan ini merupakan wacana penting guna menelisik peradaban Jawa yang pada umumnya dianggap sarat dengan misteri dan ’tidak logis’.
-----------
Artikel (bahasan) lebih lengkap terdapat dalam Buku Ngelmu Urip, tulisan Ki Sondong Mandali yang akan diterbitkan Yayasan Sekar Jagad (Desember 2010), pemesanan dapat dilakukan sejak sekarang ke e-mail denggleng@yahoo.com.
Spesifikasi Buku:

Judul Buku : NGELMU URIP – ISBN 978-602-98012-0-0
Penulis : Ki Sondong Mandali (Ketua Yayasan Sekarjagad)
Penerbit : Yayasan Sekar Jagad – Semarang
Volume : 284 halaman
Kertas : HVS 70g
Harga : Rp 60,000 (termasuk ongkos kirim untuk Pulau Jawa)
Kandungan penting: Rasionalisasi Kejawen dengan 3 aras Kesadaran:

1. Kesadaran ber-Tuhan
2. Kesadaran kesemestaan
3. Kesadaran peradaban


Perkiraan terbit (beredar): Desember 2010.Pemesanan: via e-mail ke denggleng@yahoo.com, dengan menyantumkan alamat dan jumlah eksemplar yang dipesan.

Minggu, 22 Maret 2009

Bisnis On-line e-Book



Suatu kali saya mendapat pesan di FC yang isinya ajakan bergabung dengan suatu program bisnis on-line. Namanya cukup mengundang tanya bagi orang awam seperti saya, "Bisnis 5MILYAR". Setelah saya ikuti web-site pribadi si pengundang, ternyata itu adalah jualan e-book. Ada 7 e-book ditawarkan seharga hanya Rp 180,000.

Wah, bisnis yang mirip ini pernah pula saya ikuti, ternyata. Program hampir sama, tetapi yang terdahulu itu lebih mirip ke arisan virtual. Tidak ada produk yang ditawarkan. Jadi bisnisnya yaaa... tidak ada. Hanya sekedar transfer-transfer uang. Akhir-akhir ini versi offline banyak saya jumpai di ATM-ATM....:-).

Berhubung ingin membuktikan bahwa B5M ini benar-benar jualan e-book atau bukan, maka iseng-iseng saya kirim "order" dan langsung transfer dana yang dibutuhkan. Tidak lebih dari 2 jam, membership saya sudah diaktifkan, dan memperoleh replika website: http://www.bisnis5milyar.com/?id=winarso.

Wah, rupanya cepat juga urusannya. Yaah, iseng-iseng lah. Yang penting saya sudah memperoleh 7 e-book yang dijanjikan. Siapatahu ada pengunjung blog yang tertarik.. klik saja replika website saya di atas. Mari bergabung bersama.

salam sukses

Sabtu, 24 Januari 2009

Sedia Tabulampot Buah Naga (Franko Bogor)

Pengunjung Weblog sekalian,

Warung Biyang Propolis berusaha membangun kerjasama dengan berbagai pihak. Salah satunya adalah dengan Pawitan - Bogor, suatu kelompok independen pemeduli pertanian. Kelompok Pawitan - Bogor telah mengumpulkan dana investasi penanaman buah naga di Bogor. Dengan harapan kebun buah naga di Bogor dapat seperti kebun berikut

Dalam rangka memperlancar penanaman, untuk mendukung biaya pemeliharaan dan operasional kebun, Warung Biyang Propolis bekerjasama dengan Kebun Percobaan IPB, Babakan Sawah Baru, memproduksi bibit dan tanaman buah dalam pot (tabulampot). Bibit dan Tabulampot buah naga tersebut kami pasarkan untuk Anda semua. Harga produk (tidak termasuk biaya transportasi) adalah sebagai berikut:


Bibit setekan siap diakarkan: Rp 10,000.-


Bibit berakar-bertunas : Rp 12,500.-

Bibit menjulur untuk Tabulampot: Rp 15,000.-

Tabulampot siap dipasang rangka besi: Rp 250,000.-


Bibit buah naga umur 1 bulan: Rp 300,000.-


Tabulampot 3 bulan atau lebih: Rp 400,000.-
Anda berminat? Silakan pesan ke: mnidramaga@yahoo.com atau wd_widodo@yahoo.com

Minggu, 05 Oktober 2008

Bangsa Pemberani... ha ha haaa....

Tanggal 29 September 2008 kemarin kami mudik ke Klaten, Jawa Tengah, sekalian nganyari Xenia KT kami...
Untung pada waktu itu jalanan sepi. Kemungkinan besar pemudik terpancing dengan arus mudik tahun lalu yang macet di Pantura, lalu pada milih lewat jalur Selatan. Yah, jalanan lancar hingga Losari, Cirebon macet gara-gara ada BUS rusak di jalur tengah. Lumayan pula berhenti selama 1 jam di Losari.

Di jalanan kami menemui kendaraan dengan tulisan di belakang "Keluarga Besar SRAGEN" he he he he... Kalau dalam mobil itu memang terisi keluarga besar, lantas diisi berapa ya?

Ah, tapi itu tidak semenarik gambar-gambar berikut. Ya gambar-gambar berikut ini membingungkan perasaan saya. Mereka yang mudik dengan motor lalu membonceng anak-anak, baik yang ditaruh ditengah (diapit orang tua) atau diletakkan di depan (sebagai tameng penahan angin) ini tergolong orang pemberani, ngawur, atau karena terpaksa?

Yang jelas dengan semakin banyaknya pemudik dengan motor, telah mengurangi kemacetan pada H-2 kemarin.... Entah ini kami harus berterimakasih atau menyalahkan mereka....















Nuhun

Sabtu, 04 Oktober 2008

Gunungan

Suatu hari, saya mengunduh aneka Kayon (gunungan) di pedalangan Indonesia dari: http://njowo.multiply.com/. Sungguh menakjubkan!

Nenek moyang saya dahulu dengan imajinasi mereka yang kontemplatif, berhasil menatahkan kehidupan makhluk segala makhluk dalam satu disain "meru" dua dimensi seperti berikut, Gunungan Sekar Jagad, atau Gunungan Gapuran, misalnya.




Gunungan Sekar Jagad

Gunungan Gapuran



Bertapa secara simbolik Gunungan (Kayon) itu memuat segala makhluk. Berpangkal pada Kalapataru (pohon kehidupan) lalu berbagai pernik makhluk kasat mata dan yang tidak kasat mata.

Yang sangat menarik bahwa gunungan muka ini diibaratkan ketika suasana penuh harmoni dan terpelihara. Maka 'banas pati' yang membakar pun dapat dikelola secara baik menjadi sumber energi Kalapataru. Segala makhluk hidup menjalani dharmanya sesuai dengan "jatah"-nya.

Tetapi jangan ditanya jika alam Kayon Gunungan itu diganggu atau rusak. Maka tinggal dibalik saja akan berupa GUNUNGAN API. Banas Pati hidup menyala-nyala memanaskan buana. Bagi saya ini adalah informasi kewaspadaan dari nenek moyang saya yang dipesankan dalam bentuk pahatan wayang Gunungan. Jika baik terawat, akan menjadi Gunungan Sumber Kehidupan. Tetapi jika rusak... maka panas lah segalanya.... peringatan Global Warming yang tersimpan dalam bentuk pahatan WAYANG...

Gunungan Api (terlukis di balik Gunungan Gapuran)

Nuhun,

Powered by Warung Biyang Propolis
The Secret of Healthy and Wealthy